Langsung ke konten utama

IMPLEMENTASI PENEGAKAN HUKUM PASAL 302 AYAT 1 KUHP TERHADAP PENGGUNAAN “REKENG” DALAM KERAPAN SAPI MADURA DI KABUPATEN PAMEKASAN


IMPLEMENTASI PENEGAKAN HUKUM PASAL 302 AYAT 1 KUHP TERHADAP PENGGUNAAN “REKENG” DALAM KERAPAN SAPI MADURA DI KABUPATEN PAMEKASAN”.
 (Studi Kasus di Wilayah Hukum Kabupaten Pamekasan Madura)
NOOR FAJARI ROZIQ

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
JL. Raya Tlogomas no. 246 Malang

Abstraction

Name               :           NOOR FAJARI ROZIQ
NIM                 :           201310110311050
Title                 :           Implementation of law enforcement Article 302 paragraph    1 KUHP against use of “ Rekeng” in the activity Kerapan Sapi  Madura in Pamekasan Regency.
Advisor            :           Dr. Haris, SH., MH.
                                    Mokh,Najih SH., M.Hum ,Ph.D.
Violence in the tradition of pamekasan Regency kerapan sapi especially which using the "rekeng" is breaking the law in the applicable normative positive but in practice, the situation is not enforced by law police are wrong only in article 302 verse 1 KUHP, in the method performed authors in research is the juridical sociology methods to obtain data objectively by the researcher in question in the title Implementation of law enforcement Article 302 paragraph 1 KUHP against use of “ Rekeng” in the activity Kerapan Sapi  Madura in Pamekasan Regency.
Based on the research, the results can be concluded that the action of mistreatment animals in the implementation of the tradition Karapan Sapi in Pamekasan Regency fixed carried out by the society Although there are regulations banned action of persecution or violence against the animals, These regulations is the Criminal of Law (the Criminal Code) (KUHP). The Law Number 41 Year 2014 juncto the Law No. 18 Year 2009 About Livestock And Health Animals, instruction Of Governor from east java No. 1/INST/2012 about Implementation of Karapan Sapi Without the Violence. In this study described how law enforcement efforts conducted to tackle the such criminal acts .
Keywords : Crime and torture animals, Kerapan sapi, Law enforcement

ABSTRAKSI
Nama               :           NOOR FAJARI ROZIQ
NIM                :           201310110311050
Judul               :           Implementasi Penegakan Hukum Pasal 302 Ayat 1 KUHP Terhadap Penggunaan “Rekeng” Dalam Kegiatan Kerapan Sapi Madura Di Kabupaten Pamekasan
Pembimbing   :            Dr. Haris, SH., MH.
                                    Mokh,Najih SH., M.Hum ,Ph.D.

Kekerasan dalam Tradisi Kerapan Sapi  terkhusus Pamekasan Kabupaten yang menggunakan "Rekeng" merupakan melanggar hukum positif secara normatif yang berlaku namun dalam prakteknya dilapangan tidak ditegakkan hukum yang berlaku oleh aparat kepolisian salah satunya dalam pasal 302 ayat 1 (KUHP), dalam metode yang dilakukan penulis dalam penelitian adalah menggunakan metode yuridis sosiologi untuk mendapatkan data secara objektif yang dipermasalahkan oleh peneliti dalam judul Implementasi Penegakan Hukum Pasal 302 Ayat 1 KUHP Terhadap Penggunaan “Rekeng” Dalam Kegiatan Karapan Sapi Madura Di Kabupaten Pamekasan

Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa tindakan penganiyaan hewan dalam pelaksanaan kegiatan Kerapan Sapi di Kabupaten Pamekasan tetap dilakukan oleh masyarakat meskipun terdapat peraturan yang melarang tindakan penganiyaan terhadap hewan , peraturan tersebut adalah Kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Undang- undang nomor 41 tahun 2014 Perubahan Atas Undang – undang nomor 18 tahun 2009 tentang pertenakan dan kesehatan hewan dan Intruksi Gubernur Jawa Timur Nomor 1/INST/2012 tentang pelaksanaan Kerapan Sapi tanpa kekerasan. Dalam penelitian ini di jelaskan bagaimana upaya penegak hukum yang dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana tersebut

Kata Kunci: Tindak pidana penganiyaan hewan , Kerapan sapi , Penegak Hukum












PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Indonesia merupakan kepulauan yang sangat kaya dalam hal budaya serta memiliki potensi berbagai macam etnis, suku dan budaya. Masyarakat dalam melestarikan budaya sendiri harus saling terjalin dengan baik, sehingga membangun fungsi kesadaran kolektif dan jiwa optimis akan tertanam di setiap diri manusia.
Dengan keaneragaman kebudayaan yang muncul dalam keberadaan di nusantara ini, ada beberapa macam kebudayaan yang sangat unik dan tetap dinilai sebagai kebudayaan yang dihormati, salah satunya adalah budaya Madura yaitu tradisi Kerapan Sapi.
Pulau Madura terdiri dari empat Kabupaten yaitu : Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep. Penulis mengkhususkan wilayah Kabupaten Pamekasan sebagai objek penelitian terhadap pelaksanaan perlombaan Kerapan Sapi.
Kerapan Sapi adalah sebagai salah satu wujud hasil budaya yang berupa  kesenian Madura. Kerapan Sapi merupakan salah satu jenis atraksi yang diangkat dari budaya Madura dan bentuk dari budaya tersebut adalah memperagakan lomba pacuan sapi yang memang khusus untuk dilombakan.
Dalam even Kerapan Sapi para penonton tidak hanya disuguhi adu cepat sapi dan ketangkasan para jokinya, tetapi sebelum memulai para pemilik biasanya melakukan ritual arak-arakan yang dimaksud dengan arak-arakan sebagai hiburan masyarkat pamekasan pada saat perlombaan, yang sebagaimana kerapan sapi disekelilingi pacuan disertai alat musik seronen perpaduan alat musik khas Madura sehingga membuat acara ini menjadi semakin meriah.[1]
Penulis dalam Penelitian memilih objek karapan sapi karena pada historisnya Kerapan Sapi pada awalnya hanya permainan di sawah oleh antar petani, kemudian berkembang menjadi tradisi sebagai ungkapan rasa bersyukur petani akan keberhasilan panen jagung maupun tembakau. Seiring berjalannya waktu Kerapan Sapi menjadi sebuah permainan lomba atau pertandingan yang menjadi kegemaran masyarakat Madura. Dalam Kerapan Sapi tersebut setiap sepasang sapi dan lehernya dipertautkan dengan sebuah pengonong yang menjadikan sepasang Sapi itu dalam satu formasi ketika berlari.
Asal mula kemunculan Kerapan Sapi tidak ada bukti-bukti tertulis yang dapat diakui kebenarannya. Data tentang awal mula Kerapan Sapi yang sampai saat ini diyakini kebenaranya oleh masyarakat Madura berupa cerita-cerita legenda tentang Kerapan Sapi. Karapan Sapi pada awalnya hanya permainan di sawah oleh antar petani, kemudian berkembang menjadi tradisi sebagai ungkapan rasa bersyukur petani akan keberhasilan panen jagung maupun tembakau. Seiring berjalannya waktu Kerapan Sapi menjadi permainan lomba atau pertandingan yang menjadi kegemaran masyarakat Madura.

Disebutkan bahwa Kerapan Sapi sudah ada sejak abad 14. Istilah-istilah dalam kerapan menunjuk pada ajaran-ajaran Islam yang dibawa Kiai Pratanu pada tahun 1531. Sekitar abad ke 14 Sapudi diperintah oleh Panembahan Wlingi ia menanamkan cara beternak Sapi yang kemudian dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Adi Poday. Ia memanfaatkan pengalamannya bertani di Pulau Sapudi dengan alat pertanian nanggala dan salaga. Konon setelah pertanian maju, pasangan-pasangan sapi yang menggarap sawah disalaga bersama (dibajak) atau berlomba kecepatan. Lama kelamaan menjadi kebiasaan. Akhirnya setiap penggarapan sawah diikuti pacuan Sapi.[2]
Namun timbul akibat pergerseran perubahan zaman era globalisasi yang semakin berkembang, Karapan Sapi sekarang tidak lagi dikenal sebagai sebuah ritual kebudayaan pada pertanian, tetapi menjadi ajang perlombaan atau kejuaraan sehingga ada pergeseran fungsi. Yang tadinya berfungsi untuk membangun komunikasi dan informasi serta solidaritas antar masyarkaat bergeser fungsi menjadi untuk mencari pemenang pacuan Sapi. Bahkan sudah menjadi even pariwisata di Indonesia yang tidak hanya disaksikan oleh turis local tapi juga turis dari mancanegara pun banyak yang menyaksikan Karapan Sapi ini. Pergeseran fungsi ini tentunya akan membawa dampak baik yang diharapkan (positif) maupun dampak yang tidak diharapkan (negatif).[3]
Karena adanya persaingan antara satu pemilik dengan yang lain, maka berbagai cara dilakukan. Salah satunya ialah menggunakan “Rekeng”. “Rekeng” merupakan alat pemukul pantat sapi yang biasanya terdapat semacam paku kecil di tiap sisinya sehingga Sapi yang dijadikan ajang perlombaan mengalami luka berat bagian pantat Sapi  dan ada selain dari pada melukai pantat Sapi seperti mengoles balsam ke bagian mata Sapi sehingga mengalami perih bagian dari kelopak mata Sapi. Penggunaan “Rekeng” tersebut adalah hal yang biasa bagi kalangan pengkerap hingga sampai saat ini Namun tidak dengan aparatur penegak hukum ,pemerintah, para ulama dan parawisatawan di Pulau Madura khususnya daerah Pamekasan yang dikenal sebagai selogan gerbang salam.
Hal tersebut menyebabkan adanya dampak sosial ekonomi karena sesuai dengan konflik yang ditimbulkan penggunaan “Rekeng” . Terjadinya dampak sosial sehingga penggunaan “Rekeng” terhadap Tradisi Kerapan Sapi tersebut bertentangan dengan Pasal 302 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum pidana (KUHP) serta Intruksi Gubernur Jawa Timur Nomor 1 /Inst/2012 Tentang Pelaksanaan Kerapan Sapi Tanpa Kekerasan dalam pelaksanaannya. sebagaimana undang-undang hukum positif yang masi berlaku sampai saat ini kerapan sapi menimbulkan unsur-unsur kekerasan atau penganiyaan terhadap hewan sehingga hewan yang seharusnya sejahtera hidupnya serta mendapatkan hak-hak sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan yang sebagaimana kesejahteraan hewan yang harus perlu diperhatikan manusia selaku pemilik atau pengelola hewan.
Jika ditijau dari dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) pasal 302 yang berbunyi :
(1). Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan:
1. Barangsiapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas, dengan sengaja menyakiti atau melukai atau merugikan kesehatannya;
2. Barangsiapa tanpa tujuan yang patut atau melampaui batas yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang seluruhnya atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada di bawah pengawasannya, atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya.
(2). Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.
(3). Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas.
(4). Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana.[4]
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji penelitian hukum yang akan diangkat dalam penulisan karya ilmiah skripsi dengan judul IMPLEMENTASI PENEGAKAN HUKUM PASAL 302 AYAT 1 KUHP TERHADAP PENGGUNAAN “REKENG” DALAM KERAPAN SAPI MADURA DI KABUPATEN PAMEKASAN.
B.  Rumusan Masalah
1.    Apakah dalam kegiatan Kerapan Sapi yang menggunakan “Rekeng” merupakan Tindak Pidana di tinjau dari pasal 302 ayat 1 KUHP ?
2.    Bagaimana upaya yang dilakukan Polres Pamekasan dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pasal 302 ayat 1 KUHP dalam Kerapan Sapi?
3.    Kendala apa yang dihadapi Polres Pamekasan dalam Menanggulangi Tindak Pidana pasal 302 ayat 1 KUHP dalam Kerapan Sapi ?

C.  Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengatahui Implementasi penegakan hukum pasal 302 ayat 1 `KUHP terhadap penggunaan “Rekeng” terhadap joki pada perlombaan tradisi Kerapan Sapi di daerah Kabupaten Pamekasan
2.      Untuk mengetahui upaya serta kendala yang dilakukan aparat kepolisian dalam menanggulangi kekerasan hewan pada kegiatan Kerapan Sapi yang menggunakan “Rekeng” terhadap perlombaan tradisi Kerapan Sapi di daerah Kabupaten Pamekasan.

D.   Manfaat Penelitian
1.    Manfaat  Teoritis
a.    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan edukasi serta refrensi dalam hal menambah ilmu pengetahuan secara ilmiah bagi pembaca guna mengetahui reliata Tradisi Kerapan Sapi yang  berunsur  kekerasan terhadap joki yang menggunakan “Rekeng” pada saat perlombaan Kerapan Sapi. 
b.   Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran secara ilmu ilmiah dan ilmu amaliah terhadap perkembangan hukum khususnya hukum pidana.

2.    Manfaat Praktis
a.    Untuk memberikan edukasi serta Mentranformasikan secara yuridis kepada masyarakat luas mengenai sanksi pidana terhadap joki pada saat perlombaan tradisi Kerapan Sapi yang berunsur kekerasan para pengguna “Rekeng”.
b.   Hasil dari penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan perlombaan tradisi kerapan sapi yang berunsur kekerasan pada penggunaan “Rekeng” .
E.       Kegunaan Penelitian
1.    Bagi Peneliti
     Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pendoman baru dibidang ilmu hukum khususnya hukum pidana dalam rangka menambah pengetahuan serta wawasan dan pengalaman bagi penulis dalam mengembangkan teori-teori ilmu hukum khususnya pada ilmu hukum pidana yang terkait permasalahan yang di teliti oleh penulis, serta sekaligus sebagai syarat akademik untuk memperoleh gelar kesarjanaan s1 di bidang Ilmu Hukum.

2.      Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran serta propaganda yang konkrit atas permasalahan yang diangkat bagi penulis ,sehingga masyarakat mampu memahami Tradisi Kerapan Sapi yang ber-unsur kekerasan sehingga mengakibatkan luka berat bagian pantat sapi tersebut perbuatan yang dilakukan oleh ulah joki dalam penggunaan “Rekeng” pada saat perlombaan Kerapan Sapi hal tersebut merupakan perbuatan yang bertentangan dengan Hukum Positif  (KUHP) dan Intruksi Gubenur Jawa Timur Nomor 1 /Inst/2012 Tentang Pelaksanaan Kerapan Sapi Tanpa Kekerasan serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan .

3.      Bagi Aparat Penegakan Hukum
   Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang di cita citakan sesusai Ius Konstitutum dan Ius Konstitudem bagi aparat penegak hukum khususnya aparat kepolisiaan yang berwenang agar dapat menjalankan tugas fungsi sesuai dengan amanah negara agar mendapat tanggung jawab serta  tidak menimbulkan kekerasan terhadap kerapan sapi dan membuat efek jera kepada pemilik sapi maupun pada joki.  

4.      Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan Mentranformasikan  ilmu pengetahuan secara amaliah  dan Ilmu ilmiah mengenai objek study yang diangkat, sehingga indikator jaka pendek maupun jaka panjang mahasiswa khususnya, dapat inisiatif dalam regenerasi calon penegak hukum ditengah masyarakat yang di cita citakan.

F.   Metode Penelitian
1.       Metode Pendekatan
Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis,yaitu pendekatan terhadap hukum sebagai norma atau kaidah,dan pendekatan terhadap masyarakat dalam arti melihat relita yang ada di masyarakat[5].
Penelitian ini berdasarkan Pengalaman serta melihat langsung pada saat pelaksanaan perlombaan Kerapan Sapi di setiap bulan Juli sampai dengan bulan Agustus yang berunsur Kekerasan terhadap Sapi pada saat perlombaan di Kabupaten Pamekasan . dalam hal ini penulis akan menganalisa terkait dengan persoalan kerpan sapi serta menganalisa bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh aparat Kepolisian untuk Implementasi secara yuridis terhadap terjadinya kekerasan dalam penggunaan Rekeng dalam kegiatan Kerapan Sapi yang berunsur kekerasan pada saat perlombaan di Kabupaten Pamekasan, serta kendala apa yang dihadapi aparat Kepolisian dalam Implementasi pasal tersebut sehingga dalam perakteknya masi terjadinya Kekeraasan terhadap Kerapan Sapi  pada saat perlombaan di Kabupaten Pamekasan di tinjau dari pasal 302 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

2.      Lokasi Peneltian
 Penulis memilh lokasi di wilayah Kabupaten Pamekasan merupakan tempat Perlombaan Kerapan Sapi di tingkat kabupaten pada di bulan Juni sampai bulan Agustus yang digelar di Stadion Waru Pamekasan pada tingkat Kabupaten. lokasi penelitian ini diketahui oleh peneliti pada saat perlombaan Kerapan Sapi yang berunsur kekerasan hingga sampai saat ini sehingga dapat memperoleh data secara objektif.

3.       Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder .
a)    Bahan Hukum Primer: Data yang diperoleh dari pengalaman pada saat pelaksannan Kerapan Sapi pada bulan Juli 2017 di wilayah Kabupaten Pamekasan dengan cara menggunakan “Rekeng”. Penelitian tersebut dengan cara melalui wawancara. Penelitian tersebut mulai bulan Juli 2017, terkait dengan pelaksanaan Kerapan Sapi yang berunsur kekerasan.
b)   Bahan Hukum Sekunder : Data yang diperoleh dari perundang-undangan buku – buku literatur maupun data – data tertulis lainnya yang berhubungan dan mendukung dalam penelitian ini.
c)    Bahan Hukum Tersier adalah: Petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus,ensiklopedia,majalah, surat kabar dan sebagainya[6].
4.   Teknis pengumpulan data
a. Observasi
Observasi tersebut akan dilaksanakan pada saat penelitian di wilayah Kabupaten Pamekasan untuk mendapatkan data terkait dengan permasalahan peneliti yang di sekitar di bulan Juli 2017.
b.  Wawancara
Wawancara adalah suatu cara untuk memperoleh data dengan mengadakan tanya jawab dengan Bambanag Hermanto, Kasat Reskrim 1 Selaku Tipidum (Tindak Pidana Umum) serta dengan Fadilatur Rohmah, PS,Kaurmintu Sat Reskrim  , hal ini untuk mendapatkan data terkait dengan permasalahan peneliti di wilayah Kabupaten Pamekasan.
d.  Dokumentasi
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dengan cara melihat dokumen yang ada. Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data berkaitan langsung dengan permasalahan peneliti dengan cara  dokumentasi yaitu, mengambil gambar (foto) terkait dengan permasalahan peneliti.
5.         Analisa Data
Seluruh data baik berasal dari kepustakaan maupun dari studi lapangan yang terkumpul dianggap cukup maka data akan diolah dengan menggunakan metode diskripstif analisis yang mengambarkan fakta yang diperoleh dari peneliti sesuai dengan studi lapangan yang terjadi permasalahan penulis dalam penelitian hukum.
G.  Sistematika Penulisan
Dalam sistematika Penulisan Hukum ini, Penulis akan menyajikan empat bab dari sub bab yang bertujuan untuk mempermudah penulis dalam penulisannya. Sistematika penulis ini juga akan menyesuaikan dengan buku pedoman penulisan penelitian hukum yang terdiri dari :
BAB I :     PENDAHULUAN

     Bab ini merupakan dari awal yang memuat hal –hal yang menjelaskan latar belakang permasalahan pokok yang terjadi di tengah masyarakat yang bertentangan dengan hukum positif dan berisi tentang rumusan masalah ,tujuan  penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulis.

BAB II:    TINJAUAN PUSTAKA
       Bab ini merupakan hasi dari uraian kajian teori atau landasan teori dari berbagai sumber data tentang permasalahan yang dipaparkan oleh penulis yaitu : Implementasi Penegakan Hukum Pasal 302 Ayat 1 Kuhp Terhadap Penggunaan “Rekeng” dalam Karapan Sapi Madura Di Kabupaten Pamekasan.



BAB III:     HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
       Bab ini merupakan hasil dari penelitan hukum dan pembahasan pokok atas permasalahan yang ada dalam penulis terkait tentang kekeran Kerapan Sapi dalam penelitian hukum serta menganalisa hasil dari wawancara dan menguraikan hasi  penelitian pembahasan tentang Implementasi Penegakkan Hukum pasal 302 pasal 1 KUHP Terhadap penggunaan “Rekeng” dalam Karapan Sapi Madura Di Kabupaten Pamekasan.

BAB IV:   PENUTUP
     `Bab ini merupakan Bab terakhir dalam penelitian hukum  yang sebagaimana yang berisikan kesimpulan dan saran atau rekomendasi hasil dari penelitian yang di paparkan oleh penulis yang menanggapi permasalahan yang telah dangkat penulis yaitu tentang Implementasi Penegakan Hukum Pasal 302 Ayat 1 KUHP Terhadap Penggunaan “Rekeng” dalam Karapan Sapi Madura Di Kabupaten Pamekasan.










HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.  Gambaran Umum Kepolisian Resort Kabupaten Pamekasan
 Kepolisian Resort Pamekasan dari aspek geografisnya adalah bagian dari kepolisian daerah jawa timur, merupakan satuan kerja kewilayahan yang terletak dijalan Stadion No. 81 Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan yang dipimpin oleh seorang Kapolres bernama AKBP Nowo Hadi Nugroho, S.H., S.I.K. Luas wilayah Hukum sekitar 792.30 km2. Satuan kerja wilayah Polres Pamekasan dibantu dengan adanya polsek sebanyak 12 polsek yang tersebar diseluruh Kabupaten Pamekasan. Adapun batas-batas wilayah kerja Polres Pamekasan adalah sebagai berikut:
1.      Sebelah utara berbatasan dengan laut jawa
2.      Sebelah selatan berbatasan dengan selat Madura
3.      Sebelah timur berbatasan dengan wilayah kabupaten Sumennep
4.      Sebelah barat berbatasan dengan wilayah kabupaten Sampang
Struktur Organisasi Polres Pamekasan dipimpin oleh seorang Kapolres berpangkat AKBP dan dibantu seorang Wakapolres berpangkat Kompol, keduanya merupakan unsur pimpinan. Untuk melaksanakan tugas pimpinan dan pengolaan organisasi unsur pimpinan dibantu unsur pembantu staf pimpinan yaitu Sikeu (seksi keuangan) dan Sinum (seksi umum). Kemudian adanya unsur pembantu staf pelaksanaan yaitu pembinaan bagsunda (bagian sumber daya), perencanaan Bagren (bagian perencanaan) dan operasional yaitu Sat Binmas, serta dibantu pelaksanaan operasional Polsek dan Polair.[7]
Tugas Kapolres dibantu unsur pelaksana tugas pokok dalam pelayanan yaitu SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu). Tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 UU No.2 tahun 2002 implementasinya dilakukan oleh satuan operasional yaitu Sat intelkam, Sat Reskrim, Sat Samapta, Sat Lantas, Sat Narkoba dan Sat Binmas, serta untuk mendekatkan pelayanan dalam membantu tugas pokok tersebut dibantu sub satuan Kerja yaitu Polsek dan Polair. Tugas Operasional kepolisian yang diemban Polri dilakukan dengan pola tugas yang pertama preemtip (meniadakan sumber timbulnya gangguan Kamtibmas) dilakukan oleh fungsi tehknis satuan Samapta dan satuan lalu lintas, serta yang ketiga represif (penindakan atau penegakan terhadap gangguan nyata kamtibmas) yang dilakukan oleh fungsi teknis satuan Reskrim dan Reskoba. 
Struktur organisasi satuan reserse kriminal Polres Pamekasan dipimpin oleh seorang kepala satuan/kasat yaitu AKP Bambang Hermanto SH, dan dibantu oleh pembantu pelaksana tugas Kasat yaitu KBO (Kaur Bin Opsnal) yakni IPTU.H. Setiono SH. Setiap Satuan Reserse dipinmpin oleh Kanit serse yang bertanggung Jawab Secara langsung atas kinerja tugas anggotanya dibawah kepemimpinan Kasat Serse, sedangkan Kasat Serse bertangung jawab kepada Kapolres. Adapun Bagian Unit Satuan Reskrim Polres Pamekasan Sebagai Berikut:
1.    Unit Reskrim I Tipidum (Tindak Pidana Umum) Bertugas Khusus menangani kejahatan konvensional seperti Penipuan, pencurian, pembunuhan, penganiayaan, Unit Reskrim I Tipidum ini dipimpin oleh IPTU Iriyantono.
2.    Unit Reskrim II Tipiring (Tindak Pidana Ringan) Bertugas Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat, Mencegah dan menangkal seagala bentuk gangguan kamtibmas baik berupa kejahatan maupun pelanggaran serta gangguan ketertiban umum lainnya, Melaksanakan tindakan Refresif Tahap Awal ( Repawal ) terhadap semua bentuk gangguan kamtibmas lainnya guna memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, Melindungi keselamatan orang, harta benda dan masyarakat, Melakukan tindakan refresif terbatas (Tipiring dan pengakan Perda). Fungsi Samapta merupakan sebagian Fungsi Kepolisian yang bersifat preventif yang memerlukan keahlian dan keterampilan khusus yang telah dikembangkan lagi mengingat masing-masing tugas yang tergabung dalam fungsi Samapta perlu menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Perumusan dan pengembangan Fungsi Samapta meliputi pelaksanaan tugas polisi umum, menyangkut segala upaya pekerjaan dan kegiatan pengaturan, penjagaan, pengawalan, patroli, pengamanan terhadap hak Penyampaian Pendapat Dimuka Umum (PPDU), Pembinaan polisi pariwisata, pembinaan badan usaha jasa pengamanan ( BUJP ), SAR terbatas, TPTKP, TIPIRING dan PENEGAK PERDA, pengendalian massa ( dalmas ), negosiasi, pengamanan terhadap proyek vital / obyek vital dan pemberdayaan masyarakat, pemberian bantuan satwa untuk kepentingan perlindungan, pengayoman dan pelayanan. pertolongan dan penertiban masyarakat yang dipimpin oleh : AKP H.Agus Sutrisno
3.    Unit Reskrim III Tipidek (Tindak Pidana Ekonomi) Bertugas Khusus Menangani kejahatan seperti yang berkaitan dengan ekonomi Negara, galian pertambangan, bahan bakar minyak, (BBM), Ilegal Logging, Unit Reskrim II ini dipimpin oleh IPDA Agus Sugianto SH.
4.    Unit Reskrim IV Tipiter (Tindak Pidana Tertentu) Bertugas khusus menangani Kejahatan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, HAKI (Hak Kekayaan Intelektual), lingkungan hidup. Selain mengani pidana tertentu unit III ditugaskan untuk membantu unit I yang berkaitan dengan tindak pidana umum, Unit Reskrim III ini dipimpin oleh IPDA.Barid Fauzan SH.
5.    Unit Reskrim V Unit Pidsus (Tindak Pidana Khusus) Bertugas menangani kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana Korupsi. Unit Reskrim II ini dipimpin oleh IPDA Anwar Subagyo SH.
6.    Unit Reskrim PPA Unit PPA (Perlindungan perempuan dan anak ) Bertugas  memiliki wewenang khusus untuk menangani kasus yang berhubungan dengan perempuan dan anak, Seperti KDRT                ( kekerasan dalam rumah tangga) yang korbannya terjadi pada anak dan perempuan..[8]
v  VISI DAN MISI
-          Visi POLRI
Terciptanya keamanan dalam negeri dari segala bentuk ancaman dan gangguan berupa kejahatan guna terlaksananya Pembangunan Nasional dalam rangka tercapainya masyarakat yang damai dan sejahtera.
Polri memiliki kemampuan profesional dalam melaksanakan tugasnya dan dapat dipercaya oleh masyarakat.
-          Misi POLRI
Misi Polri adalah Tugas Pokok Polri sebagaimana tercantum dalam undang-undang RI No.2 Tahun 2002  Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia :
1.    Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
2.    Menegakkan hukum; dan
3.    Memberikan perlindungan pengayoman dan pelayanan masyarakat.
Penjabaran tugas pokok (Pasal 14 UU No.2 Tahun 2002): Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13,  Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:
1.    Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan ,dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
2.    Menyelenggarakan segalah kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
3.    Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
4.    Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
5.    Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.
v  Visi dan Misi Reserse Kriminal
-          Visi Reskrim Polri Terwujudnya Penyidik yang profesional dan profosional dan dipercaya masyarakat. Misi Reskrim Polri Untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan oleh Bareskrim Polri, maka perlu dijabarkan ke dalam misi.
-          Misi Merupakan pernyataan yang menetapkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dan menjelaskan mengapa Reskrim Polri ada, apa yang dilakukan, dan bagaimana melakukan[9]



B.  Gambaran Umum Tentang Terjadinya Kekerasan Hewan Terhadap Kegiatan Kerapan Sapi.
a.        Pengertian Kerapan Sapi
          Kerapan Sapi adalah sepasang atau beberapa pasang sapi yang diperuntukkan dalam perlombaan Kerapan Sapi untuk diadu cepat, bergerak cepat dan dinamis, sedangkan Sapi karap adalah Sapi yang digunakan untuk berkarap baik satu maupun lebih setiap perlombaan kegiatan Kerapan Sapi Setiap Tahunnya ada 24 Sapi siap untuk diperlombakan . Sapi yang dikarap terdapat beberapa macam Kerapan Sapi antara lain: ‘Kerap keni’ (karapan kecil), karapan jenis ini diadakan pada tingkat kecamatan atau kewadenan. Para peserta adalah yang berasal dari daerah yang bersangkutan. Sapi kerap dari luar tidak diperbolehkan turut serta. Jarak tempuh hanya 100 meter. Dalam kategori ini yang diutamakan adalah kecepatan dan lurusnya. “Kerap keni” ini biasanya diikuti oleh Sapi-sapi kecil dan baru belajar. Pemenangnya merupakan peserta untuk mengikuti “Kerap rajheh”. “Kerap jher ajheren” (kerap latihan), karapan latihan tidak tertentu harinya, bisa diadakan setiap hari sesuai dengan keinginan pemilik atau pelatih sapi karap tersebut, pesertanya adalah sapi lokal. “Kerap onjhengan” (karap undangan) adalah pacuan khusus yang diikuti oleh peserta yang diundang baik dari dalam kabupaten maupun luar kabupaten. Karapan ini diadakan menurut waktu keperluan atau dalam acara peringatan hari-hari tertentu. “Karap rajah” (karap besar), karapan besar ini disebut juga karap negara, umumnya diadakan di ibukota kabupaten pada hari Minggu. Ukuran lapangan 120 meter. Pesertanya adalah juara-juara kecamatan atau kewedanaan. Karap karesidenan adalah karapan besar yang diikuti oleh juara-juara karap dari empat kabupaten di Madura. Karap karesidenan diadakan di kota Pamekasan pada hari Minggu, merupakan acara puncak untuk mengakhiri musim karapan.[10]

       GAMBAR 1
(Merupakan contoh perlombaan
Kerapan Sapi Kabupaten 2017 )
            Sumber dokumentasi : Pada saat perlombaan Kerapan Sapi tingkat Kabupaten Pamekasan tanggal 27 Agustus 2017.
b.        Sejarah Singkat Kerapan Sapi
Asal mula kemunculan Kerapan Sapi tidak ada bukti-bukti Secara tertulis yang dapat diakui kebenarannya. Data tentang awal mula Kerapan Sapi yang sampai saat ini diyakini kebenaranya oleh masyarakat Madura berupa cerita-cerita legenda tentang Kerapan Sapi. Karapan Sapi pada awalnya hanya permainan di sawah oleh antar petani, kemudian berkembang menjadi tradisi sebagai ungkapan rasa bersyukur petani akan keberhasilan panen jagung maupun tembakau. Seiring berjalannya waktu Kerapan Sapi menjadi permainan lomba atau pertandingan yang menjadi kegemaran masyarakat Madura.                      
Disebutkan bahwa Kerapan Sapi sudah ada sejak abad 14. Istilah-istilah dalam kerapan menunjuk pada ajaran-ajaran Islam yang dibawa Kiai Pratanu pada tahun 1531. Sekitar abad ke 14 Sapudi diperintah oleh Panembahan Wlingi ia menanamkan cara beternak Sapi yang kemudian dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Adi Poday.
c.         Bentuk penggunaan alat “Rekeng” dalam Kegitan Kerapan Sapi.
Kekerasan dalam Kerapan Sapi bisa dilihat dari adanya penggunaan “Rekeng” oleh joki sapi. “Rekeng” merupakan sejenis tongkat dengan paku-paku tajam di ujungnya. Dipukulkan ke arah pantat sapi berkali-kali dari garis start hingga garis finish. Pukulan yang diarahkan ke pantat sapi menimbulkan luka pada sapi hingga mem–butuhkan waktu beberapa hari agar sapi kembali pulih dan juga dengan akibat menggunakan alat “Rekeng” dalam kegiatan Kerapan Sapi setiap tahun perlombaan mengalami Kecelakaan yang terjadi di Kabupaten Pamekasan pada saat Kejuaraan Tingkat Kabupaten sehingga sapi mengakibatkan tidak produktif untuk di perlombakan kembali dalam artian mengalami kecacatan dan kecacatan dialami sebab yang diperlakukan oleh joki ialah perbuatan yang berlebihan sehingga lari sapi tidak beraturan dan menabrak batasan yang telah disediakan sehingga mengakibatkan kecacatan pada sapi, hal tersebut adalah merupakan dari bagian perubahan dalam Kegiatan Kerapan Sapi yang bergeser kepada tindakan kekerasan, adapun sarana tidak hanya “Rekeng” yang merupakan sebagai alat kekerasan dalam kegiatan Kerapan Sapi adapun macam-macam alat kekerasan dalam kegiatan Kerapan Sapi ialah:
Gambar : 2
 






            Sumber dokumentasi : Pada saat perlombaan Kerapan Sapi tingkat Kabupaten Pamekasan tanggal 27 Agustus 2017.
Tabel 1: bentuk alat kekerasan di ringkas dalam bentuk Tabel
Alat
Cara melakukannya
Akibat
Pelaku
Rekeng
Di pukul bagian Pantat Sapi
Luka
Joki
Co- raccoh
Di tusuk dengan kayu yang berisi paku pada Pantat Sapi
Luka
Pendamping
Selop
Pangkal ekor dan di masukin bagian lubang pantat sapi yang berisi paku
Luka
Pendamping
Balsam
Mata yang deoleskan secara berlebihan
Perih
Pendamping

Skema : Kekerasan dalam Kegiatan Kerapan Sapi.






                       
              Pendamping 




Pada awalnya Kerapan Sapi dilaksanakan sebagai wujud pesta panen yang melimpah,dengan diprakarsai oleh seorang Pangeran Katondur. Masa tersebut pelaksanaan Kerapan Sapi menggunakan “Pakkopak”,dari bamboo, sementara “pakkopak”, menggunakan karet,sehingga tidak melukai.namun dengan berjalannya waktu mengalami perubahan. Kondisi ini terkait kebutuhan perawatan yang optimal dan tidak mudah untuk mendapatkan Sapi Kerap yang bisa berlari kencang,sehingga terdapatlah perlombaan Kerapan Sapi dengan menggunakan “Rekeng”. [11]

Dengan adanya internet pertandingan Kerapan Sapi mudah diakses banyak orang, disinilah sorotan miring dari para wisatawan domestic maupun mancanegara terhadap perlakuan pada sapi yang kerap yang diwarnai unsur kekerasan.

Tahun 2008 melalui MUI (Majelis Ulama Indonesia) tentang adanya penyiksaan terhadap hewan dengan esensi isnya bahwa kerapan sapi dengan menggunakan “Rekeng”, melanggar tatanan agama dan undang-undang tentang HAM kehewanan. Tahun 2012,seruan dan penegasan dari berbagai lembaga agar rules of the game (aturan main) kerapan sapi dikembalikan seperti pada masa lalu semakin menghangat.mereka mengharapkan festival kerapan sapi tidak perlu ada perlakuan kekerasan terhadapnya.

Para ulama dari berbagai ormas islam di Madura menolak praktek kekerasan dalam pelaksanaan Kerapan Sapi. Mereka menegaskan bahwa praktek dalam pelaksanaan pertandingan itu tidak manusiawi dan bertentangan dengan nilai-nilai agama. Kalangan profesi advokat pun bersuara lantang mengungkapkan fakta adanya praktik penyiksaan hewan tidak hanya melanggar etika moral tetapi juga melanggar hukum positif,diantaranya: pasal 302 kitab undang-undang hukum pidana(KUHP), pasal 66 UU18/2009. [12]

Tahun 2012 pertandingan piala presiden mengalami perubahan. Ada dua model aturan main yang berkembang, Kerapan Sapi dengan kekerasan atau menggunakan “Rekeng”,dan Kerapan Sapi tanpa kekerasan , dikenal dengan sebutan pakopak . model ini menggunakan sebilah bambu sebagai pemukul, ada yang dimodifikasi dengan ban,karet,ada yang menggunakan kresek ,intinya unsur penyiksaan berlebihan tidak diterapkan penggunaan cabai,dan balsam serta “Rekeng” dilarang dan Hanya Terjadi di Kabupaten Bangkalan ,. Model ini sebagai tindak lanjut dari kebijakan pemerintah yaitu Intruksi Gubenur Jawa Timur tentang pelaksanaan Kerapan Sapi dengan Tanpa kekerasan namun Kabupaten pamekasan mengeluarkan Aturan tata tertib Tahun 2012 perlombaan Kerapan Sapi  dan jelas pada nomor 19 terdapat melarang para joki untuk menggunakan ‘Rekeng’ namun Masyarakat Pamekasan susah untuk menaati aturan tersebut dan sampai saat ini perlombaan Kerapan Sapi di Kabupaten Pamekasan Tetap Menggunakan alat “Rekeng” [13]
Gambar 3.
(Joki saat memegang alat “Rekeng” untuk persiapan lomba Kerapan Sapi)

Sumber Dokumentasi : Pada saat perlombaan Kerapan Sapi tingkat Kabupaten Pamekasan tanggal 27 Agustus 2017.

C.  Kegiatan Kerapan Sapi yang menggunakan “Rekeng” Apakah merupakan Tindak  Pidana di tinjau dari pasal 302 ayat 1 KUHP
            Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis mengenai analisa yuridis sosiologis dalam Implementasi pasal 302 ayat 1 KUHP tentang Kekerasan hewan dalam pelaksanaan Kerapan Sapi bahwa dalam ranah perakteknya pasal 302 ayat 1 tersebut sampai saat ini belum pernah yang kemudian di tegakkan atau diterapkan di lapangan oleh aparat kepolisian.    
           Hal ini yang kemudian penulis tertarik dalam mengangkat judul tentang kekerasan terhadap hewan dalam kegiatan Kerapan Sapi Madura di Kabupaten Pamekasan dan  sampai sejauhmana kekuatan normatif di tengah –tengah masyarakat Pamekasan tersebut apakah pasal 302 ayat 1 termasuk sebagai dasar hukum dalam kekerasan kegiatan Kerapan Sapi.

            Berdasarkan hasil dari wawancara untuk mengetahui Apakah dalam kegiatan Kerapan Sapi yang menggunakan “Rekeng”  merupakan Tindak Pidana di tinjau dari pasal 302 ayat 1 KUHP ,menurut Fadilatur Rohmah selaku Kaurmintu Sat Reskrim mengatakan  : 
            Masalah Tindak Pidana penganiyaan hewan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 302 ayat 1 KUHP merupakan kasus kategori tindak pidana konvensional yang menangani adalah unt idik 2/Tipiring di Satreskrim Polres Pamekasan, perlu di ketahui bahwa sampai saat ini belum ada Tindak Pidana tentang Penganiayaan hewan sedangkan dalam pembahasan ini penganiyaan hewan pada budaya Kerapan Sapi, Kerapan Sapi itu memang suatu cara untuk di perlombakan Sapi supaya Sapi lari lebih kencang, dan tidak termasuk dalam pasal 302 ayat 1 KUHP. Kekerasan dalam hewan tersebut  diatur dalam Undang-undang yang berkaitan dengan hewan secara yuridis yang digunakan sebagai dasar untuk menanggulangi kekerasan hewan dalam Kegiatan Kerapan Sapi yang sebagaimana  merupakan kekerasan hewan dalam Kerapan Sapi yakni Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan.[14]
            Analisa yuridis dalam kegiatan Kerapan Sapi secara bentuk table dalam pasal 302 ayat 1 tersebut yang tidak merupakan sebagai dasar hukum adapun unsur - unsur tersebut ialah :

Tabel 2. Kegiatan Kerapan Sapi di Tinjaun Pasal 302 ayat 1 KUHP 

No.
Pasal
Karapan sapi
1.       
Pasal 302 Ayat (1)


Unsur Subjektif
-      Barang siapa
Joki Kerapan Sapi
-      Tanpa tujuan yang patut
Kerapan sapi memiliki tujuan untuk diperlombakan .
-      Melampaui batas
Penganiayaan hewan dalam Kegiatan Kerapan Sapi merupakan perbuatan yang berlebihan yang dilakukan para Joki.
Unsur Objektif
-      Dengan sengaja
Para Joki dengan sengaja menganiayaan hewan dalam Kegiatan Kerapan Sapi dengan menggunakan “Rekeng” untuk Sapi berlari dengan Kencang
Menyakiti/melukai, merugikan kesehatan.
 Supaya Sapi berlari Kencang Para Joki menggunakan Alat untuk percepat larinya sapi dengan menggunakan rekeng sehingga dapat melukai dan merugikan kesehatannya bahkan hingga sapi tersebut mengalami cacat
     Sumber Data: Diolah dari analisa KUHP.
Gambar 4
(Akibat Penggunaan “Rekeng” Pantat Sapi Terluka berat )
                                                                       







Sumber Data dokumentas Lapangan Waru Kabupaten Pamekasan 27 Agustus 2017.

Analisa Tinjauan yuridis bagi pelaku kekerasan terhadap hewan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan di antara Pasal66 danPasal 67disisipkan 1 (satu)pasal yakni Pasal66A sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap Orang dilarang menganiaya dan / atau menyalahgunakan Hewan yang mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif.
(2) Setiap Orang yang mengetahui adanya perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan kepada pihak yang berwenang.
Mengenai Sanksi Pidananya Dalam Pasal Tersebut Diatur Dalam Pasal 91 B Sebagi Berikut :
(1) Setiap Orang yang menganiaya dan/atau menyalahgunakan Hewan sehingga mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktifsebagaimana dimaksud dalam Pasal 66A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satujutarupiah) dan paling banyak Rp5.000.000,00 (limajuta rupiah).

D.  Upaya yang dilakukan Polres Pamekasan dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pasal 302 ayat 1 KUHP dalam Kerapan Sapi
      
       Berdasarkan hasil penelitian penulis ingin mengetahui solusi Untuk mengatasi permasalahan Tindak Pidana kekerasan hewan Terhadap Kegiatan Kerapan Sapi di PolresPamekasan ,

       Berdasarkan hasil wawancara untuk mengetahui solusi dalam mengatasi permasalahan kekerasan hewan dalam Kegiatan Kerapan Sapi seperti yang disampaikan oleh Bapak Bambang Hermanto selaku Kasat Reskrim  Ada beberapa Point  Upaya Polres Pamekasan untuk bertindak dalam mengatasi atau menanggulangi permasalahan tersebut menurut Bambang Hermanto selaku Kasat Reskrim yaitu : 
d.      Melakukan himbauan tentang dampak dan ancaman hukuman terhadap pelaku tindak pidana penganiyaan hewan melalui satbinmas Polres Pamekasan yang bertugas untuk melakukan kerjasama dengan instansi pemerintah /lembaga/ organisasi masyarakat serta pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka memperdayakan upaya pencegahan penganiyaan hewan dalam Kerapan Sapi
e.       Melakukan penggalangan agar tidak melakukan penganiyaan hewan, yang dimaksud tersebut untuk menyadari masyarakat terutama Pemilik Sapi Kerapan dalam bertujuan mensosialisasi secara yuridis bahwa tindakan joki yang menggunakan “Rekeng” tersebut merupakan melanggar hukun yang berlaku. 
f.       Melakukan patroli dialogis dengan pemilik hewan agar tidak melakukan penganiyaan yang laksanakan oleh Sat Samapta Polres Pamekasan, dalam artian melaksanakan Tugas Fungsi aparat kepolisian dalam hal melindungi,melayani dan mengayomi masyarakat upaya adanya kedekatan emosional antara pemilik Sapi Kerapan, dan mengupayakan tindakan preventif terhadap Pemillik Sapi atau yang disebut pencegahan untuk tidak melakukan kekerasan terhadap Kerapan Sapi dan berupaya untuk menyadarkan kepada pemilik Sapi perbuatan atau tindakan tersebut melanggar Hukum yang berlaku
g.      Melakukan penyelidikan untuk mengetahui ada tidaknya penganiayaan hewan dan apabila terjadi penganiayaan hewan maka dilakukan upaya paksa ( penangkapan pelaku dan penyitaan barang bukti ) yang di lakukan oleh Satreskrim Polres Pamekasan.
h.      Razia atau penindakan dilakukan pada saat adanya kerapan sapi baik tingkat kecamatan ,tingkat kabupaten maupun piala presiden .
            Perlawanan terhadap adanya penindakan saat dilakukan razia seringkali terjadi pada pemilik Sapi namun penindakan yang dilakukan bukan terhadap penganiyaan Sapinya melainkan perlombaannya saperti Sapi diberangkatkan terlebih dahulusebelum lawannya sehingga mendahului sampai finish. Terhadap hal itu pihak kepolisian sebabagi unsur pengamanan melakukan upaya pendekatan Internal- Ekstrernal penyelidikan dan jika ada indikasi terjadi konflik maka kita antisipasi misalnya menghentikan Kerapan Sapi untuk sementara dan lanjutkan setelah kembali kondusif.[15]
E.  Kendala apa yang dihadapi Polres Pamekasan dalam Menanggulangi Tindak Pidana pasal 302 ayat 1 KUHP dalam Kerapan Sapi ? 

              Berdasarkan hasil penelitian penulis ingin mengetahui Kendala –Kendala yang dihadapi aparat kepolisian dalam menganggulangi permasalahan Tindak Pidana kekeran hewan Terhadap Kegiatan Kerapan Sapi di Polres Pamekasan ,
                 Adapun hasil wawancara untuk mengetahui Kendala – Kendala yang dihadapi aparat kepolisian  dalam menanggulangi  permasalahan kekerasan hewan dalam Kegiatan Kerapan Sapi seperti yang disampaikan oleh AKP.H Sutrisno selaku Sat Samapta  Ada beberapa Point kendala – kendala yang dihadapi AKP.H selaku Sat Samapta  untuk bertindak dalam menanggulangi permasalahan tersebut menurut Responden AKP.H Sutrisno selaku Sat Samapta yaitu : 
a.     Warga paneka ben peserta kerrap gitak taoh ben tak menyadari mon kelakoan pangerap seng angguy “rekeng” jreah kelakoan seng bentoran bik hukum se taoh para pengerap jreah gun gebey eadduh sapeh jreah”
Artinya :
Warga atau peserta Kerapan Sapi tidak pernah tahu dan tidak menyadari bahwa tindakannya merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang mereka tahu bahwa Kerapan Sapi itu adalah sapi hewan peliharaan yang menang untuk diadu.
b.    Kerappen Sapeh nekah tak bisah peambhu ben e petadhek polana Kerapen Sapeh jreah la deddhih tradisinnah reng madureh
Artinya :
Kerapan Sapi tidak bisa dihentikan dan di tiadakan karena Kerapan Sapi memang sudah menjadi budaya di Madura.
       Cara menanggulangi kendala tersebut Pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan berupa Intruksi Gubenur yaitu tentang Kerapan Sapi tanpa kekerasan namun tidak terealisasi karena memang Sapi yang di perlombakan harus di perlakukan seperti itu. Melakukan pendekatan kepada para pemilik Sapi agar dalam lomba itu tidak ada kekerasan .
Kerjasama Polres Pamekasan sudah dilakukan dengan instansi lain seperti bakoorwil selaku ketua pelaksana kerapan sapi namun kerjsama yang di lakukan dalam rangka pengamanan Kerapan Sapi,agar dalam pelaksanaannya tertib lancer dan kondusif serta mengantisipasi jika terjadi kejahatan saat pelaksanaan Kerapan Sapi dimaksud.
     Selain KUHP Terdapat UU lain yang mengatur tentang larangan terhadap penganiyaan hewan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan dan instruksi gubenur.                                Dalam pasal 302 ayat 1 KUHP belum efektif untuk djadikan sebagai dasar dalam penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 302 ayat 1 KUHP dan sampai dengan saat ini eksistensi pasal 302 ayat 1 KUHP akan diupayakan untuk diterapkan jika terdapat tindak pidana sebagai tersebut.[16]

PENUTUP
Bab penutup merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini. Pada bab ini berisi tentang Implementasi Penegakan Hukum Pasal 302 Ayat 1 KUHP Terhadap Penggunaan “Rekeng” Dalam Karapan Sapi Madura Di Kabupaten Pamekasan
1.     Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh peneliti tentang Implementasi Penegakan Hukum Pasal 302 Ayat 1 KUHP Terhadap Penggunaan “Rekeng” Dalam Karapan Sapi Madura Di Kabupaten Pamekasan, maka dapat menyimpulkan yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan adalah sebagai berikut :
1.    Kerapan Sapi yang menggunakan “Rekeng” merupakan Tindak Pidana di tinjau dari pasal 302 ayat 1 KUHP, aparat penegakkan hukum dalam Implementasi pasal 302 ayat 1 KUHP yang sebagaimana menjadikan  dasar Hukum untuk bertindak mengatasi kekerasan hewan dalam kegiatan Kerapan Sapi, dalam prakteknya belum di terapkan dan belum efektif  pada penerapannya dalam pelaksanaan Kerapan Sapi sampai saat ini tetap menggunakan alat “Rekeng”dalam pelaksanaannya yang sebagaimana dilakukan kekerasan dalam kegiatan Kerapan Sapi di Madura terkhusus di kabupaten Pamekasan, selain pasal 302 ayat 1 tersebut Undang-Undang juga mengatur tentang hewan yang terdapat dalam pasal 66A dan ancaman hukumnya dalam pasal 91B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan sebab terdapat Undang- Undang Khusus yang di jadikan sebagai dasar penegakkan hukum Polres Pamekasan dan dikuatkan dengan surat edaran dari gubenur nomor 1 tahun 2012 yang sebagimana mengintruksikan kepada yang bersangkutan dalam kegiatan Kerapan Sapi yang sebagaimana mengatur aturan-aturan mengenai Kegiatan Kerapan Sapi tanpa menggunkan “Rekeng” dalam permasalahan kekerasan hewan.
2.    Upaya Polres Pamekasan dalam menanggulangi terjadinya kekerasan dalam pelaksanaan Kerapan Sapi Kabupaten Pamekasan.
a.       Melakukan himbauan tentang dampak dan ancaman hukuman terhadap pelaku tindak pidana penganiyaan hewan melalui satbinmas Polres Pamekasan yang bertugas untuk melakukan kerjasama dengan instansi pemerintah /lembaga/ organisasi masyarakat serta pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka memperdayakan upaya pencegahan penganiyaan hewan dalam Kerapan Sapi.
b.      Melakukan patroli dialogis dengan pemilik hewan agar tidak melakukan penganiyaan yang laksanakan oleh Sat Samapta  Polres Pamekasan.
c.       Melakukan penyelidikan untuk mengetahui ada tidaknya penganiayaan hewan dan apabila terjadi penganiayaan hewan maka dilakukan upaya paksa ( penangkapan pelaku dan penyitaan barang bukti ) yang di lakukan oleh Satreskrim Polres Pamekasan dan Razia atau penindakan dilakukan pada saat adanya kerapan sapi baik tingkat kecamatan ,tingkat kabupaten maupun piala presiden .
3.      Kendala yang dihadapi pihak aparat kepolisian dalam menanggulangi terjadinya Kekerasan pada Kerapan Sapi adalah :
a.       Para pemlik Sapi  tidak memahami hukum postif yang berlaku di indonesia salah satu contoh subtansi pasal Undang-undang maupun KUHP dan sebagainya, sehingga para pemilik Sapi Kerapan  tidak menyadari perbuatan tersebut  melanggar hukum yang berlaku di negara indonesia,
b.      Kurangnya kolektif kolegial antara aparat kepolsian dan penyelenggara sehingga Intruksi nomor 1 tahun 2012 tentang Kerapan Sapi tanpa kekerasan dari Peraturan Gubenur yang masi berlaku serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan dalam prakteknya belum di terapankan di lapangan pada saat kegiatan Kerapan Sapi sehingga sampai saat ini di lapangan.
2.    Saran
Berdasarkan paparan hasil penulisan dan kesimpulan maka saran yang dapat dipaparkan untuk mengatasi kendala yang dihadapi Polres Pamekasan adalah sebagi berikut :
1.    Diharapkan kepada Polres Pamekasan tegas sesuai Tugas dan Fungsi setiap Unit – Unit Reskrim untuk memberitahukan kepada pemlik Sapi Kerapan untuk tidak  melakukan kekerasan yang berlebihan kepada Sapi sebab Sapi adalah hewan ternak yang harus mendapatkan kesejahteraan sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan .
2.    Diharapkan kepada Polres Pamekasan lebih kerja keras lagi sesuai dengan tugas fungsinya dalam menangani permasalahan tindak pidana Kekerasan hewan dalam Kerapan Sapi ,sebab bukan pada Sapi Kerapan  yang kemudian menjadi patukan kekerasan Hewan saja, banyak yang kemudian masyarakat Madura terkhusus Kabupaten Pamekasan yang berkatagori hewan ternak menjadi ajang penyiksanaan hewan dan untuk di perlombakan mencari keuntungan bagi kelompok dan individu salah satu contoh Kerapan Kambing , Kerapan Kelinci , Kerapan Marmut dll.
3.    Harus adanya peran dari para tokoh masyarakat dan pemuka agama serta pemerintah dan penegak hukum untuk bersosialisasi kepada pemilik Sapi Kerapan supaya pemilik Sapi menyadari bahwa dalam penggunaan “Rekeng” serta balsam yang dioleskan ke kelopak mata sapi sehingga mengalami kecacatan dalam kerapan Sapi tersebut Merupakan melanggar hukum yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan .
  





DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal :

Fuad, 2012, Jurnal Dampak Sosial Ekonomi Pergeseran Nilai Budaya Karapan Sapi, Jurnal SEPA : Vol. 8 No.2.
Sumintarsih, 2015,  Makna Sapi Kerapan dari Perspektif Orang Madura Kajian Sosial, Ekonomi, Budaya, Jurnal Patrawidya, Vol. 16, No. 1.
Suratman dan Philips Dillah,2013Metode PenelitianHukum.,Bandung.penerbit Alfabeta, hal 229.
Farahdilla,2015 “Sapi Sonok dan Kerapan Sapi; Budaya ekonomi kreatif Masyarakat Madura”, Yogyakarta: ruko jambusari 7A
Zainuddin,  2016 METODE PENELITIAN HUKUM Jakarta: Sinar Grafika, Hal 106
Internet :

Arlina, Asal - usul dan sejarah mengenal kerapan sapi madura, http://www. Pulau madura .com.
Polres Pamekasan, Profil Polres Pamekasan. diaksesdi https://reskrimpolrespmk .wordpress. com/profil-kapolres.
Perundang-undangan:
Undang- undang kitab Hukum Pidana
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan
Instruksi Gubernur Jawa Timur Nomor 1 /Inst/2012 Tentang Pelaksanaan Kerapan Sapi Tanpa Kekerasan
Undang-undang RI  No.   2    Tahun 2002     Tentang Kepolisian Negara     Republik Indonesia



[1]Fuad, 2012, Jurnal Dampak Sosial Ekonomi Pergeseran Nilai Budaya Karapan Sapi, Jurnal SEPA : Vol. 8 No.2 hal 75.
                [2]Sumintarsih, 2015,  Makna Sapi Kerapan dari Perspektif Orang Madura Kajian Sosial, Ekonomi, Budaya, Jurnal Patrawidya, Vol. 16, No. 1, hal 119.
[3] Ibid., (Sumber Kutipan sama dengan No1 halaman berbeda) ,hal,76
[4] Lihat , Pasal 302 ayat 1 hal 87, Surabaya 2015
[5] Suratman dan Philips Dillah,2013Metode Penelitian Hukum,.Bandung.penerbit Alfabeta, hal 229
[6] Zainuddin,  2016 METODE PENELITIAN HUKUM Jakarta: Sinar Grafika, Hal 106
[7] Polres Pamekasan, Profil Polres Pamekasan. diakses di https://reskrimpolrespmk .wordpress. com/profil-kapolres/ pada tanggal 7 juli 2017.
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10]Arlina, Asal - usul dan sejarah mengenal kerapan sapi madura, http://www. Pulau madura .com.  Diakses tanggal 27 agustus 2017 Wib 13,00.
[11] Farahdilla,2015 “Sapi Sonok dan Kerapan Sapi; Budaya ekonomi kreatif Masyarakat Madura”, Yogyakarta: ruko jambusari 7A, Hal 113
[12] Ibid ,hal 114
[13] Ibid,hal 115
[14] Wawancara dengan Fadilatur Rohmah , Kaurmintu Sat Reskrim, tanggal 07 Juli 2017

[15] Wawancara dengan Bambang hermanto, Kasat Reskrim Ajun komisaris Polisi, tanggal 07 Juli 2017.
[16] Wawancara dengan  AKP H Sutrisno , selaku bertugas Sat Samapta, tanggal 07 Juli 2017.

Komentar